materi kimia kelas XI smt1

Laju Reaksi Definisi Laju Reaksi Laju reaksi rerata analog dengan kecepatan rerata mobil. Jika posisi rerata mobil dicatat pada dua waktu yang berbeda, maka : kec_rerata Dengan cara yang sama, laju reaksi rerata diperoleh dengan membagi perubahan konsentrasi reaktan atau produk dengan interval waktu terjadinya reaksi : laju_reaksi_rerata Jika konsentrasi diukur dalam mol L-1 dan waktu dalam detik, maka laju reaksi mempunyai satuan mol L-1s-1. Kita ambil contoh khusus. Dalam reaksi fasa gas reaksi_fasa_gas NO2 dan CO dikonsumsi pada saat pembentukan NO dan CO2. Jika sebuah kuar dapat mengukur konsentrasi NO, laju reaksi rerata dapat diperkirakan dari nisbah perubahan konsentrasi NO, ∆[NO] terhadap interval waktu, ∆t: lajurerata Jadi laju reaksi adalah besarnya perubahan konsentrasi reaktan atau produk dalam satu satuan waktu. Perubahan laju konsentrasi setiap unsur dibagi dengan koefisiennya dalam persamaan yang seimbang/stoikiometri. Laju perubahan reaktan muncul dengan tanda negatif dan laju perubahan produk dengan tanda positif. Untuk reaksi yang umum: aA + bB → cC + dD Lajunya ialah laju Hubungan ini benar selama tidak ada unsur antara atau jika konsentrasinya bergantung pada waktu di sepanjang waktu reaksi. Menentukan Laju Reaksi : Perhatikan penguraian nitrogen dioksida, NO2 menjadi nitrogen oksida, NO dan oksigen, O2 : 2NO2 → 2NO + O2 a. Tulislah pernyataan untuk laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dan laju rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2. b. Jika laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 ditetapkan dan dijumpai sebesar 4×10-13mol L-1s-1, berapakah laju rata-rata padanannya (dari) bertambahnya konsentrasi NO dan O2 Jawaban : a. Laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dinyatakan sebagai : laju_no2 Laju rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2 dinyatakan sebagai: laju_rata_rata b. Untuk tiap dua molekul NO2 yang bereaksi terbentuk dua molekul NO. Jadi berkurangnya konsentrasi NO2 dan bertambahnya konsentrasi NO berlangsung dengan laju yang sama laju_sama Hukum Laju Dalam membahas reaksi kesetimbangan kimia telah ditekankan bahwa reaksi ke kanan maupun ke kiri dapat terjadi begitu produk terbentuk, produk ini dapat bereaksi kembali menghasilkan reaktan semula. Laju bersih ialah: Laju bersih = laju ke kanan – laju ke kiri Dapat dikatakan, pengukuran konsentrasi memberikan laju bersih, bukannya sekedar laju ke kanan. Bagaimanapun, sesaat sebelum reaksi yang dimulai dari reaktan murni, konsentrasi reaktan jauh lebih tinggi dibandingkan produknya sehingga laju ke kiri dapat diabaikan. Selain itu, banyak reaksi berlangsung sempurna (K>>1) sehingga laju yang terukur hanyalah reaksi ke kanan atau eksperimen dapat diatur agar produknya dapat dialihkan jika terbentuk. Dalam subbab ini, persamaan diberikan pada laju ke kanan saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh ukuran partikel/zat. Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya reaksi. Luas permukaan zat dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu reaksi, kecepatan reaksi juga akan makin meningkat sesuai dengan teori Arhenius. Kecepatan Reaksi dipengaruhi oleh katalis. Adanya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatu reaksi. Kereakifan dari katalis bergantung dari jenis dan konsentrasi yang digunakan. Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi, namun ia sendiri, secara kimiawi, tidak berubah pada akhir reaksi. Ketika reaksi selesai, maka akan didapatkan kembali massa katalasis yang sama seperti pada awal ditambahkan. Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, yaitu reaksi heterogen dan reaksi homogen. Didalam reaksi heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan. Sedangkan pada dalam reaksi homogen, katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan. Jika kita melihat suatu campuran dan dapat melihat suatu batas antara dua komponen, dua komponen itu berada dalam fase yang berbeda. Campuran antara padat dan cair terdiri dari dua fase. Campuran antara beberapa senyawa kimia dalam satu larutan terdiri hanya dari satu fase, karena kita tidak dapat melihat batas antara senyawa-senyawa kimia tersebut. Fase berbeda denga istilah keadaan fisik (padat, cair dan gas). Fase dapat juga meliputi padat, cair dan gas, akan tetapi lebih sedikit luas. Fase juga dapat diterapkan dalam dua zat cair dimana keduanya tidak saling melarutkan (contoh, minyak dan air). Energi Aktivasi Tumbukan-tumbukan akan menghasilkan reaksi jika partikel-partikel bertumbukan dengan energi yang cukup untuk memulai suatu reaksi. Energi minimum yang diperlukan disebut dengan reaksi aktivasi energi. Kita dapat menggambarkan keadaan dari energi aktivasi pada distribusi Maxwell-Boltzmann seperti ini: Orde Reaksi Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju. Orde reaksi juga menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi reaktan (pereaksi) terhadap laju reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi : v = k (A) (B) 2 persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3. Contoh soal: Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) → 2NOBr(g) dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut: No. (NO) mol/l (Br2) mol/l Kecepatan Reaksi mol / 1 / detik 1. 0.1 0.1 12 2. 0.1 0.2 24 3. 0.1 0.3 36 4. 0.2 0.1 48 5. 0.3 0.1 108 Pertanyaan: a. Tentukan orde reaksinya ! b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) ! Jawab: a.Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)x(Br2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y. Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4). Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka : 2x = 4 → x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO) Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka : 2y = 2 → y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2) Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br2) (reaksi orde 3) b.Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka: V = k(NO)2(Br2) 12 = k(0.1)2(0.1) k = 12 x 103 mol-212det-1 Jika laju suatu reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari hanya satu pereaksi. Laju = k [A] carcil Maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi orde pertama. Penguraian N2O5 merupakan suatu contoh reaksi orde pertama. Jika laju reaksi itu berbanding lurus dengan pangkat dua suatu pereaksi, Laju = k[A]2 Atau berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari dua pereaksi, Laju = k [A][B] Maka reaksi itu disebut reaksi orde kedua. Dapat juga disebut orde terhadap masing-masing pereaksi. Misalnya dalam persamaan terakhir itu adalah orde pertama dalam A dan orde dalam B, atau orde kedua secara keseluruhan. Suatu reaksi dapat berorde ketiga atau mungkin lebih tinggi lagi, tetapi hal-hal semacam itu sangat jarang. Dalam reaksi yang rumit, laju itu mungkin berorde pecahan, misalnya orde pertama dalam A dan orde 0,5 dalam B atau berorde 1,5 secara keseluruhan. Suatu reaksi dapat tak tergantung pada konsentrasi suatu pereaksi. Perhatikan reaksi umum, yang ternyata berorde pertama dalam A. Jika kenaikan konsentrasi B tidak menaikkan laju reaksi, maka reaksi itu disebut orde nol terhadap B. Ini bisa diungkapkan sebagai : Laju = k[A][B]0 = k[A] Orde suatu reaksi tak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam persamaan berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk pereaksi dalam masing-masing persamaan berimbang adalah 2 tetapi reaksi pertama bersifat orde pertama dalam N2O5 dan yang kedua berorde kedua dalam NO2. Seperti dilukiskan oleh contoh. Contoh: Perhatikan reaksi umum 2A + 2B → 2AB dan data eksperimen berikut: tabel_10_1 Tulislah persamaan laju yang paling mungkin untuk reaksi ini: Jawaban : carcil2Dengan membandingkan data dalam eksperimen 2 dengan data eksperimen 1, orang akan melihat bahwa bila konsentrasi B2 diduakalikan, maka laju diduakalikan. Jadi reaksi itu berorde pertama dalam B2. Dengan membandingkan data dalam eksperimen 3 dengan data eksperimen 2, orang akan melihat bahwa bila konsentrasi A diduakalikan, laju tidak berubah. Jadi reaksi itu berorde nol dalam A. Maka persamaan laju yang paling mungkin adalah Laju = k[A]°[B2] atau Laju = k[B2] Suatu pereaksi malahan dapat tidak muncul dalam persamaan laju suatu reaksi. Orde suatu reaksi diberikan hanya atas dasar penetapan eksperimental dan sekedar memberi informasi mengenai cara laju itu bergantung pada konsentrasi pereaksi-pereaksi tertentu. Ramalan teoritis mengenai orde-orde (dari) reaksi-reaksi yang kurang dikenal jarang berhasil. Misalnya mengetahui bahwa reaksi antara H2 dan I2 adalah orde kedua mungkin orang akan meramal bahwa reaksi antara H2 dan Br2 juga akan berorde-kedua. Ternyata tidak, malahan reaksi ini mempunyai persamaan laju yang lebih rumit. Menentukan Orde reaksi a. Jika tahap reaksi dapat diamati, orde adalah koefisien pada tahap reaksi yang berjalan lambat. Contoh : reaksi 4HBr + O2 -> 2H2O + 2Br2 Berlangsung dalam tahapan sebagai berikut : HBr + O2 -> HBr2O (lambat) HBr + HBr2O -> 2HBrO (cepat) 2HBr + 2HBr) -> 2H2O + 2Br2 (cepat) Maka orde reaksi ditentukan oleh reaksi (1). Persamaan laju reaksi, V = [HBr] [O2]. Orde reaksi total (lihat koefisien reaksi) = 1 + 1 = 2. b. Jika tahap reaksi tidak bisa diamati, orde reaksi ditentukan melalu eksperimen, kosentrasi salah satu zat tetap dan kosentrasi zat lain berubah. Contoh: Reaksi : P + Q + R → X + Y diperoleh data percobaan sebagai berikut : orde reaksi terhadap P, dicari dengan melihat konsentrasi [Q] dan [R] yang tetap. Dari data (1) dan (3) dari konsentrasi [Q] dan [R] tetap, [P] dinaikkan dua kali. Jadi reaksi berlangsung 2 kali lebih cepat. 2m = 2 → m = 1 - Orde reaksi terhadap Q, lihat konsentrasi [P] dan [R] yang tetap yakni sebagai berikut. Data (4) dan (5) o 1,5 kali lebih cepat Data (1) dan (4) o 2 kali lebih cepat Data (1) dan (5) o 3 kali lebih cepat Ingat : orde reaksi ditentukan oleh tahap reaksi yang paling lambat 1,5n = 1,5 n = 1 - Orde reaksi terhadap R, lihat konsentrasi [P] dan [Q] tetap yakni data (1) dan (2). Konsentrasi R dinaikkan 1,5 kali, ternyata reaksi berlangsung sama cepat.1,5x = 1 x = 0 Maka persamaan laju reaksinya sebagai berikut: V = k[P] [Q] KESIMPULAN Laju reaksi. kecepatan laju reaksi di kontrol oleh 5 faktor : 1. sifat reaktan 2. kemampuan reaktan untuk bertemu 3. konsentrasi reaktan 4. temperatur 5. adanya katalis penentuan lahu reaksi kimia menggunakan persamaan : laju Hukum laju untuk reaksi berhubungan dengan laju reaksi dengan konsentrasi molar reaktan. Filed under materi kimia kelas XI, materi kimia kelas XI semester 1, My All and tagged Hidrokarbon, Hukum Dasar Kimia dan Konsep Mol, Ikatan Kimia, Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, Reaksi Reduksi dan Oksidasi, Sistem Periodik Unsur, Stoikiometri, Struktur Atom, Tata Nama Senyawa dan Persamaan Reaksi | Leave a comment Apr26 Kesetimbangan Kimia Posted on April 26, 2012 by shashabhon Kesetimbangan Kimia Untuk mengetahui bagaimanakah keadaan yang setimbang itu,Silahkan mengamati tayangan berikut.. Kita coba dengan alternatif lain.. Apabila air dalam sebuah tempat tertutup (sistem tertutup atau pada suhu kamar) dipanaskan, beberapa molekul air pada permukaan akan bergerak cukup cepat untuk lepas dari cairan dan menguap. Apabila air berada dalam ruang terbuka, tidak mungkin molekul air akan kembali lagi, sehingga uap yang terbentuk akan habis. Namun, jika air berada pada suatu tempat tertutup , maka akan terdapat perbedaan. Uap yang terbentuk tidak dapat melepaskan diri dan akan bertabrakan dengan air-air di permukaan dan akan kembali pada cairan (dengan kata lain mengembun). Pada awalnya kecepatan pengembunan rendah, saat terdapat sedikit molekul dalam uap. Penguapan akan berlanjutdengan kecepatan yang lebih besar daripada pengembunan.Oleh karena itu, volume air akan menyusut dan molekul-molekul uap akan bertambah. Bertambahnya molekul-molekul uap mengakibatkan molekul-molekul tersebut saling bertabrakan, dan bergabung dengan cairan. Pada akhirnya, kecepatan penguapan dan pengembunan akan sama. Keadaan di mana reaksi berlangsung terus-menerus dan kecepatan membentuk zat produk sama dengan kecepatan menguraikan zat pereaksi disebut kesetimbangan dinamik. Reaksi kimia yang dapat balik (zat-zat produk dapat kembali menjadi zat-zat semula) disebut reaksi reversibel. Ciri-ciri kesetimbangan dinamis adalah: 1. Reaksi berlangsung terus-menerus dengan arah yang berlawanan. 2. Terjadi pada ruang tertutup, suhu, dan tekanan tetap. 3. Kecepatan reaksi ke arah produk (hasil reaksi) sama dengan kecepatan reaksi ke arah reaktan (zat-zat pereaksi). 4. Tidak terjadi perubahan makroskopis, yaitu perubahan yang dapat dilihat, tetapi terjadi perubahan mikroskopis, yaitu perubahan tingkat partikel (tidak dapat dilihat). 5. Setiap komponen tetap ada. Pada reaksi kesetimbangan peruraian gas N2O4 menjadi gas NO2, tercapai keadaan setimbang saat kecepatan terurainya N2O4 sama besarnya dengan kecepatan membentuk kembali N2O4. N2O4(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NO2(g) Tercapainya kesetimbangan dinamis peruraian N2O4 dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar (a) Reaksi dimulai, campuran reaksi terdiri dari N2O4 tidak berwarna, (b) N2O4 terurai membentuk NO2 cokelat kemerahan,warna campuran jadi cokelat, (c) Kesetimbangan tercapai, konsentrasiNO2 dan N2O4 konstan dan warna campur-an mencapai warna final, (d)Karena reaksi berlangsung terusmenerus dengan kecepatan sama,maka konsentrasi dan warna konstan. Sumber: Chemistry, The MolecularNature of Matter and Change, Martin S. Silberberg, 2000. Dalam sistem terbuka (di alam sekitar kita) terjadi kesetimbangan kimia (reaksi bolak-balik/dua arah/reversibel), yaitu proses siklus oksigen, siklus air, dan siklus nitrogen. Dengan adanya kesetimbangan kimia (reaksi reversibel/ dua arah), maka makhluk hidup tidak kehabisan oksigen untuk bernapas dan tidak kehabisan air untuk keperluan sehari-hari. 1. Keadaan Kesetimbangan Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik (reversibel). Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri, maka reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum, reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai: A + B ←⎯⎯⎯⎯→ C + D Ada dua macam sistem kesetimbangan, yaitu kesetimbangan dalam sistem homogen dan kesetimbangan dalam sistem heterogen. A. Kesetimbangan dalam Sistem Homogen 1. Kesetimbangan dalam sistem gas–gas Contoh: 2 SO2(g) + O2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 SO3(g) 2. Kesetimbangan dalam sistem larutan–larutan Contoh: NH4OH(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ NH4+(aq) + OH–(aq) B. Kesetimbangan dalam Sistem Heterogen 1. Kesetimbangan dalam sistem padat–gas Contoh: CaCO3(s) ←⎯⎯⎯⎯→ CaO(s) + CO2(g) 2. Kesetimbangan dalam sistem padat–larutan Contoh: BaSO4(s) ←⎯⎯⎯⎯→ Ba2+(aq) + SO42–(aq) 3. Kesetimbangan dalam sistem larutan–padat–gas Contoh: Ca(HCO3)2(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g) 2. Pergeseran Kesetimbangan Apakah yang akan terjadi bila simpanan air di bumi habis? Penggundulan hutan karena pohon-pohon ditebang untuk diambil kayunya atau membuka lahan untuk ladang. Tidak ada simpanan air tanah. Siklus air menjadi terganggu, sehingga sistem kesetimbangan air di alam juga akan terganggu. Kalau ada pengaruh dari luar, sistem kesetimbangan akan mengadakan aksi untuk mengurangi pengaruh atau gangguan tersebut. Asas Le Chatelier menyatakan: “Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa, sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya”. Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan (Martin S. Silberberg, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergeseran kesetimbangan adalah: 1. perubahan konsentrasi salah satu zat 2. perubahan volume atau tekanan 3. perubahan suhu A. Perubahan Konsentrasi Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut. Bila zat diencerkan dengan menambah air pada sistem, maka kesetimbangan bergeser pada jumlah molekul terbanyak. B. Perubahan Volume atau Tekanan Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan reaksi berupa pergeseran kesetimbangan sebagai berikut. 1. Jika tekanan diperbesar (volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi kecil. 2. Jika tekanan diperkecil (volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi besar. Catatan: Pada sistem kesetimbangan di mana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri sama dengan jumlah koefisien reaksi sebelah kanan, maka perubahan tekanan atau volume tidak menggeser letak kesetimbangan Contoh: Pada reaksi kesetimbangan: N2(g) + 3 H2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NH3(g) jumlah koefisien reaksi di kanan = 2 jumlah koefisien reaksi di kiri = 1 + 3 = 4 • Bila pada sistem kesetimbangan tersebut tekanan diperbesar (volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan (jumlah koefisien kecil). • Bila pada sistem kesetimbangan tersebut tekanan diperkecil (volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri (jumlah koefisien besar). C. Perubahan suhu Menurut Van’t Hoff: 1. Bila pada sistem kesetimbangan suhu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm). 2. Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm). Contoh: 2 NO(g) + O2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NO2(g) ΔH = –216 kJ (reaksi ke kanan eksoterm) Reaksi ke kanan eksoterm berarti reaksi ke kiri endoterm. • Jika pada reaksi kesetimbangan tersebut suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri (ke arah endoterm atau yang membutuhkan kalor). • Jika pada reaksi kesetimbangan tersebut suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan (ke arah eksoterm). D. Pengaruh Katalisator terhadap Kesetimbangan Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap). Hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar. PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar. HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp Untuk reaksi umum: a A(g) + b B(g) ↔ c C(g) + d D(g) Harga tetapan kesetimbangan: Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a .(B)b] Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb) dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D. Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai: Kp = Kc (RT) Dn dimana Dn adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri). Contoh: Jika diketahui reaksi kesetimbangan: CO2(g) + C(s) ↔ 2CO(g) Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalam ruang 5 atm! Jawab: Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 – x) atm. Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 – x) = 16 → x = 4 Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 – 4) = 1 atm Filed under materi kimia kelas XI, materi kimia kelas XI semester 1, My All and tagged Hidrokarbon, Hukum Dasar Kimia dan Konsep Mol, Ikatan Kimia, Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, Reaksi Reduksi dan Oksidasi, Sistem Periodik Unsur, Stoikiometri, Struktur Atom, Tata Nama Senyawa dan Persamaan Reaksi | Leave a comment Apr26 Termokimia Posted on April 26, 2012 by shashabhon Termokimia Pengertian Termokimia Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan kalor atau panas suatu zat yang menyertai suatu reaksi atau proses kimia dan fisika disebut termokimia. Secara operasional termokimia berkaitan dengan pengukuran dan pernafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan, dan pembentukan larutan. Termokimia merupakan pengetahuan dasar yang perlu diberikan atau yang dapat diperoleh dari reaksi-reaksi kimia, tetapi juga perlu sebagai pengetahuan dasar untuk pengkajian teori ikatan kimia dan struktur kimia. Fokus bahasan dalam termokimia adalah tentang jumlah kalor yang dapat dihasilkan oleh sejumlah tertentu pereaksi serta cara pengukuran kalor reaksi. Supaya lebih muda memahami energi yang menyertai perubahan suatu zat, maka perlu dijawab beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Energi apa yang dimiliki oleh suatu zat? 2. Hukum apa yang berlaku untuk energi suatu zat? 3. Bagaimana menentukan jumlah energi yang menyertai suatu reaksi? 4. Bagaimana energi suatu zat dapat diukur? 5. Bagaimana kaitan antara energi yang dibebaskan atau diserap pada perubahan kimia dengan ikatan kimia? Termokimia merupakan penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia. Untuk memahami termokimia perlu dibahas tentang: (a) Sistem, lingkungan, dan alam semesta. (b) Energi yang dimiliki setiap zat. (c) Hukum kekekalan energi. Pengertian Reaksi Eksoterm dan Endoterm Perubahan entalpi (ΔH) positif menunjukkan bahwa dalam perubahan terdapat penyerapan kalor atau pelepasan kalor. Reaksi kimia yang melepaskan atau mengeluarkan kalor disebut reaksi eksoterm, sedangkan reaksi kimia yang menyerap kalor disebut reaksi endoterm. Aliran kalor pada kedua jenis reaksi diatas dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 1. Aliran kalor pada reaksi eksoterm dan endoterm Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan bertambah. Artinya entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi pereaksi (Hp -Hr) bertanda positif. Sehingga perubahan entalpi untuk reaksi endoterm dapat dinyatakan: ΔH = Hp- Hr > 0 (13 ) Sebaliknya, pada reaksi eksoterm , sistem membebaskan energi, sehingga entalpi sistem akan berkurang, artinya entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu , perubahan entalpinya bertanda negatif. Sehingga p dapat dinyatakan sebagai berikut: ΔH = Hp- Hr < 0 ( 14 ) Perubahan entalpi pada reaksi eksoterm dan endoterm dapat dinyatakan dengan diagram tingkat energi. Seperti pada gambar 2 : Entalpi dan Perubahan Entalpi Ditulis oleh Bambang Sugianto pada 10-06-2009 Setiap sistem atau zat mempunyai energi yang tersimpan didalamnya. Energi potensial berkaitan dengan wujud zat, volume, dan tekanan. Energi kinetik ditimbulkan karena atom – atom dan molekul­molekul dalam zat bergerak secara acak. Jumlah total dari semua bentuk energi itu disebut entalpi (H) . Entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. . Misalnya entalpi untuk air dapat ditulis H H20 (l) dan untuk es ditulis H H20 (s). Perhatikan lampu spiritus, jumlah panas atau energi yang dikandung oleh spiritus pada tekanan tetap disebut entalpi spiritus. Entalpi tergolong sifat eksternal, yakni sifat yang bergantung pada jumlah mol zat. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara mempunyai isi panas atau entalpi. Entalpi (H) suatu zat ditentukan oleh jumlah energi dan semua bentuk energi yang dimiliki zat yang jumlahnya tidak dapat diukur. Perubahan kalor atau entalpi yang terjadi selama proses penerimaan atau pelepasan kalor dinyatakan dengan ” perubahan entalpi (ΔH) ” . Misalnya pada perubahan es menjadi air, maka dapat ditulis sebagai berikut: Δ H = H H20 (l) -H H20 (s) (7) Marilah kita amati reaksi pembakaran bensin di dalam mesin motor. Sebagian energi kimia yang dikandung bensin, ketika bensin terbakar, diubah menjadi energi panas dan energi mekanik untuk menggerakkan motor. Demikian juga pada mekanisme kerja sel aki. Pada saat sel aki bekerja, energi kimia diubah menjadi energi listrik, energi panas yang dipakai untuk membakar bensin dan reaksi pembakaran bensin menghasilkan gas, menggerakkan piston sehingga menggerakkan roda motor. Gambar berikut ini menunjukkan diagram perubahan energi kimia menjadi berbagai bentuk energi lainnya. Harga entalpi zat sebenarnya tidak dapat ditentukan atau diukur. Tetapi ΔH dapat ditentukan dengan cara mengukur jumlah kalor yang diserap sistem. Misalnya pada perubahan es menjadi air, yaitu 89 kalori/gram. Pada perubahan es menjadi air, ΔH adalah positif, karena entalpi hasil perubahan, entalpi air lebih besar dari pada entalpi es. Termokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi. Pada perubahan kimia selalu terjadi perubahan entalpi. Besarnya perubahan entalpi adalah sama besar dengan selisih antara entalpi hasil reaksi dam jumlah entalpi pereaksi. Pada reaksi endoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih besar, sehingga ΔH positif. Sedangkan pada reaksi eksoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih kecil, sehingga ΔH negatif. Perubahan entalpi pada suatu reaksi disebut kalor reaksi. Kalor reaksi untuk reaksi-reaksi yang khas disebut dengan nama yang khas pula, misalnya kalor pembentukan,kalor penguraian, kalor pembakaran, kalor pelarutan dan sebagainya. Suatu reaksi kimia dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu pereaksi dan hasil reaksi atau produk. Perhatikan suatu reaksi yang berlangsung pada sistem tertutup dengan volume tetap (ΔV = 0), maka sistem tidak melakukan kerja, w = 0. Jika kalor reaksi pada volume tetap dinyatakan dengan qv , maka persamaan hukum I termodinamika dapat ditulis: ΔU = qv + 0 = qv = q reaksi (8) q reaksi disebut sebagai kalor reaksi. Hal ini berarti bahwa semua perubahan energi yang menyertai reaksi akan muncul sebagai kalor. Misal: suatu reaksi eksoterm mempunyai perubahan energi dalam sebesar 100 kJ. Jika reaksi itu berlangsung dengan volume tetap, maka jumlah kalor yang dibebaskan adalah 100 kJ. Kebanyakan reaksi kimia berlangsung dalam sistem terbuka dengan tekanan tetap (tekanan atmosfir). Maka sistem mungkin melakukan atau menerima kerja tekanan – volume, w = 0). Oleh karena itu kalor reaksi pada tekanan tetap dinyatakan dengan qp , maka hukum I termodinamika dapat ditulis sebagai berikut: ΔU = qp + w atau qp = ΔU – w = q reaksi (9) Untuk menyatakan kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap, para ahli mendefinisikan suatu besaran termodinamika yaitu entalpi (heat content) dengan lambang “H” Entalpi didefinisikan sebagai jumlah energi dalam dengan perkalian tekanan dan volume sistem, yang dapat dinyatakan: H = U + P V (10) Reaksi kimia termasuk proses isotermal, dan bila dilakukan di udara terbuka maka kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai: qp = Δ H (11) Jadi, kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap sama dengan perubahan entalpi. Oleh karena sebagian besar reaksi berlangsung pada tekanan tetap, yaitu tekanan atmosfir, maka kalor reaksi selalu dinyatakan sebagai perubahan entalpi (ΔH). Akibatnya, kalor dapat dihitung dari perubahan entalpi reaksi, dan perubahan entalpi reaksi yang menyertai suatu reaksi hanya ditentukan oleh keadaan awal (reaktan) dan keadaan akhir (produk). q = ΔH reaksi = Hp-Hr (12) Contoh: Suatu reaksi berlangsung pada volume tetap disertai penyerapan kalor sebanyak 200 kJ. Tentukan nilai Δ U , Δ H, q dan w reaksi itu Jawab: Sistem menyerap kalor sebanyak 200 kJ , berarti q = + 200 kJ Reaksi berlangsung pada volume tetap , maka w = 0 kJ. ΔU = q + w = + 200 kJ + 0 kJ = 200 kJ Δ H = q = + 200 kJ Filed under materi kimia kelas XI, materi kimia kelas XI semester 1, My All and tagged Hidrokarbon, Hukum Dasar Kimia dan Konsep Mol, Ikatan Kimia, Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit, Reaksi Reduksi dan Oksidasi, Sistem Periodik Unsur, Stoikiometri, Struktur Atom, Tata Nama Senyawa dan Persamaan Reaksi | Leave a comment Apr26 Struktur Atom,Sistem Periodik dan Ikatan Kimia Posted on April 26, 2012 by shashabhon Struktur Atom,Sistem Periodik dan Ikatan Kimia Struktur Atom dan Sistem Periodik STANDAR KOMPETENSI Mendeskripsikan struktur atom dan sifat-sifat periodik atom serta struktur molekul dan sifat-sifatnya. KOMPETENSI DASAR Menerapkan teori atom mekanika kuantum untuk menentukan konfigurasi elektron dan diagram orbital serta menggunakan penentuan letak unsur dalam sistim periodik . INDIKATOR 1. Mendeskripsikan teori atom mekanika kuantum. 2. Menentukan nilai bilangan kuantum (n.l.m.s)suatu elektron dalam suatu orbital. 3. Menentukan konfigurasi elektron menurut teori mekanika kuantum 4. Menggambarkan diagram orbital menurut teori mekanika kuantum 5. Menentukan letak unsure dalam table periodic. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Siswa dapat mendeskripsikan teori atom mekanika kuantum. 2. Siswa dapat menentukan nilai bilangan kuantum (n.l.m.s)suatu elektron dalam suatu orbital. 3. Siswa dapat menentukan konfigurasi elektron menurut teori mekanika kuantum. 4. Siswa dapat menggambarkan diagram orbital menurut teori mekanika kuantum. 5. Siswa dapat menentukan letak unsure dalam table periodic MATERI PELAJARAN I. TEORI ATOM MEKANIKA KUANTUM *Teori yang mendasari 1. Teori / hukum Einstein dikenal dengan energi foton E= mc2 artinya suatu materi yang bermasa 1 gram mempunyai energi sebasar 8.9874 x 10 10 kj. Menurut Einstein radiasi gelombang elktromagnetik mempunyai sifat partikel dan radiasi ituDikenal dengan energi foton. 2. Teori Max Planck Menurut planck radiasi gelombang elektromagnetik bersifat diskrit artinya suatu benda hanya dapat memancarkan atau menyerap radiasi elektromagnetik dalam ukuran paket-paket kecil yang disebut dengan kuanta/kuantum. Besarnya energi itu tergantung kepada frekuensi dan panjang gelombang radiasinya. E = hv E= hc/λ E = Energi foton h = tetapan planck (h= 6.63×10-34 js) energi foton berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya, semakin besar panjang gelombang semakin kecil energi fotonnya. 3. Hipotesis Louis de Broglie Menurut de Broglie suatu benda bermasa m yang bergerak dengan kecepatan v membentuk gelombang sebesar λ = h/mv Sehingga de Broglie menyimpulkan bahwa materei dapat btersifat sebagai partikel dan dapat bersifat sebagai gelombang . electron sebagai partikel juga mempunyai sifat gelombang. Hal inilah yang mendasari lahirnya teori atom mekanika kuantum atau teori mekanika gelombang. Teori ini membantah teori Borh yang menyatakan bahwa gerakan partikel berbentuk lintasan tetapi gerakan partikel berbentuk gelombang. 4. Azas ketidak pastian Heisenberg Menurut Werner Heisenberg posisi dan momentum suatu partikel tidak dapat ditentukan secara bersamaan. Semakin dapat ditentukan posisi suatu partikel maka semakintidak dapat ditentukan momentum suatu partikel dan sebaliknya, keadaan itu ditulisnya dalam suatu persamaan sebagai berikut: (Δx)(Δp) ≥ h/2π Δp = kesalahan momentum Δx = kesalahan posisi Semakin kecil Δp maka semakin besar Δx, semakin besarΔp maka semakin kecil Δx 5. Persamaan schrodinger Posisi dan momentum suatu partikel tidak dapat ditentukan secara pasti, yang dapat ditentukan adalah daerah kebolehjadian menemukan electron yang disebut dengan orbital. Orbital secara teori digambarkan oleh Erwinschrodinger sebagai suatu persamaan fungsi gelombang yang dikenal dengan nama persamaan schrodinger, dimana suatu partikel bermasa m, energi kinetic (E) dan energi potensial (v), dengan fungsi gelombang (ψ) yang bergerak dalam ruang tiga dimensi dalam sumbu x, y, z . Dari persamaan fungsi gelombang dapat diketahui kebolehjadian menemukan orbital electron dengan menggunakan suatu bilangan kuantum. * Bilangan Kuantum Erwin schrodinger menggunakan empat jenis bilangan kuantum yang mempunyai fungsi tertentu untuk menentukan bentuk dan ukuran orbital. Bilangan kuantum utama (n). Bilangan kuantum utama merupakan bilangan yang menunjukan tingkat energi orbital n merupakan bilangan bulat positif dan tidak termasuk nol. n = 1,2,3,…. Semakin tinggi harga n, maka semakin semakin besar orbitalnya. Bilangan kuantum azimuth (l) Bilangan kuantum azimuth menyatakan bentuk orbital. l = 0 orbital s (Sharp) l = 1 orbital p (principal) l = 2 orbital d (diffuse) l = 3 orbital f (fundamental) Nilai l dimulai dari 0 sampai (n-1). Hubungan antara kulit, tingkat energi dan bentuk orbital dapat digambarkan sebagai berikut. Kulit K n = 1, l = 0 , orbital s Kulit L n = 2, l = 0 , 1 , orbitas s ,p Kulit M n = 3, l = 0, 1, 2 orbital s, p, d Kulit N n = 4, l = 0, 1, 2, 3 orbital s, p, d, f Dan seterusnya. Bilangan kuantum magnetic (m) Bilangan kuantum magnetic menunjukan arah orbital dalam sumbu x, y, z atau orientasi orbital dalam ruang. m bernilai negative, nol, dan positif. Missal : jika l = 0 maka m = 0 orbital s l = 1 maka m = –1, 0, 1 orbital px, py, pz l = 2 maka m = –2–1, 0, 1, 2 orbitalnya dx2 –y2, dz2, dxy, dxz, dyz Bilangan kuantum spin (s) Bilangan kuantum spin menyatakan arah perputaran electron dalam orbital. Arah perputaran yang searah dengan jarum jam nilainya +1/2 dan arah perputaran yang berlawanan arah jarum jam nilainya -1/2. Tingkat energinya sama, tanda hanya untuk membedakan yang satu dengan yang lain. * Bentuk dan Orientasi Orbital 1.Orbital s Bentuk orbital s memiliki satu orbital dengan bentuk seperti bola, sehingga tidak tergantung pada sudut manapun. Orbital s hanya terdapat 1 nilai m , sehingga hanya terdapat 1 orientasi, yaitu sama ke segala arah. 2. Orbital p Orbital p berbentuk cuping-dumbbell (bagai balon terpilin).Sub kulit p memiliki tiga orbital. Pada sub kulit ini terdapat 3 nilai m(–1, 0, +1) sehingga terdapat 3 orientasi yang satu dan lainnya membentuk sudut 9o. 3.Orbital d Orbital d memiliki 5 orbital dengan bentuk yang komplek sdan orientasi yang berbeda. Empat orbital pertama memiliki bentuk yang sama, sedangkan satu orbital memiliki bentuk yang berbeda.Kelima orbital itu adalah dxy ,dxz ,dyz,dx2y2,dan dz2. 4.Orbital f Orbital f(mempunyai 7 orbital) dan dikelompokan menjadi tigakelompok, yaitu 1) kelompok pertama: fxyz 2) kelompok kedua : fx(z2-y2),fy(z2-y2),fz(x2-y2) 3) kelompok ketiga : fx3,fy3,fz3 Untuk lebih jelasnya,coba perhatikan video berikut : KONFIGURASI ELEKTRON BERDASARKAN KONSEP BILANGAN KUANTUM Konfigurasi elektron menggambarkan penataan/susunan elektron dalam atom. Dalam menentukan konfigurasi elektron suatu atom, ada 3 aturan yang harus dipakai, yaitu : Aturan Aufbau, Aturan Pauli, dan Aturan Hund. 1. Aturan Aufbau Pengisian orbital dimulai dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang tinggi. Elektron mempunyai kecenderungan akan menempati dulu subkulit yang energinya rendah. Besarnya tingkat energi dari suatu subkulit dapat diketahui dari bilangan kuantum utama (n) dan bilangan kuantum azimuth ( l ) dari orbital tersebut. Orbital dengan harga (n + l) lebih besar mempunyai tingkat energi yang lebih besar. Jika harga (n + l) sama, maka orbital yang harga n-nya lebih besar mempunyai tingkat energi yang lebih besar. Urutan energi dari yang paling rendah ke yang paling tinggi sebagaimana digaram yang dibuat oleh Mnemonik Moeler adalah sebagai berikut: 1s < 2s < 2p < 3s < 3p < 4s < 3d < 4p < 5s < 4d < 5p < 6s < 4f < 5d …. Aturan Pauli (Eksklusi Pauli) Aturan ini dikemukakan oleh Wolfgang Pauli pada tahun 1926. Yang menyatakan “Tidak boleh terdapat dua elektron dalam satu atom dengan empat bilangan kuantum yang sama”. Orbital yang sama akan mempunyai bilangan kuantum n, l, m, yang sama tetapi yang membedakan hanya bilangan kuantum spin (s). Dengan demikian, setiap orbital hanya dapat berisi 2 elektron dengan spin (arah putar) yang berlawanan. Jadi, satu orbital dapat ditempati maksimum oleh dua elektron, karena jika elektron ketiga dimasukkan maka akan memiliki spin yang sama dengan salah satu elektron sebelumnya. Contoh : Pada orbital 1s, akan ditempati oleh 2 elektron, yaitu : Elektron Pertama à n=1, l=0, m=0, s= +½ Elektron Kedua à n=1, l=0, m=0, s= – ½ (Hal ini membuktikan bahwa walaupun kedua elektron mempunyai n,l dan m yang sama tetapi mempunyai spin yang berbeda) 3. Aturan Hund Aturan ini dikemukakan oleh Friedrick Hund Tahun 1930. yang menyatakan “elektron-elektron dalam orbital-orbital suatu subkulit cenderung untuk tidak berpasangan”. Elektron-elektron baru berpasangan apabila pada subkulit itu sudah tidak ada lagi orbital kosong. Untuk menyatakan distribusi elektron-elektron pada orbital-orbital dalam suatu subkulit, konfigurasi elektron dituliskan dalam bentuk diagram orbital. Suatu orbital digambarkan dalam bentuk kotak, sedangkan elektron yang menghuni orbital digambarkan dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orn=bital hanya mengandung satu elektron, maka anak panah yang ditulis mengarah ke atas. Dalam menerapkan aturan hund, maka kita harus menuliskan arah panah ke atas terlebih dahulu pada semua kotak, baru kemudian diikuti dengan arah panah ke bawah jika masihterdapat elektron sisanya. HUBUNGAN KONFIGURASI ELEKTRON DENGAN SISTEM PERIODIK UNSUR Agustus 13, 2010 oleh esdipangganti Konfigurasi elektron menyatakan sebaran elektron dalam atom. Nomor atom menunjukkan jumlah elektron. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sifat-sifat unsur dengan konfigurasi elektron, katena tabel Sistem Periodik Unsur (SPU) disusun berdasarkan kenaikan nomor atom unsur. Pada SPU dikenal istilah Golongan (kolom vertikal) dan Periode (baris horizontal) 1. Golongan SPU dibagi atas 8 golongan. Setiap golongan dibagi atas Golongan Utama (A) dan Golongan Transisi (B). Penomoran golongan dilakukan berdasarkan elektron valensi yang dimiliki oleh suatu unsur. Setiap Unsur yang memiliki elektron valensi sama akan menempati golongan yang sama pula Berdasarkan letak elektron terakhir pada orbitalnya, dalam konfigurasi elektron, unsur-unsur dalam SPU dibagi menjadi 4 blok, yaitu blok s, blok p, blok d, dan blok f. Jika konfigurasi elektron berakhir di blok s atau p maka pasti menempati golongan A Jika konfigurasi elektron berakhir di blok d maka pasti menempati golongan B Jika konfigurasi elektron berakhir di blok f maka pasti menempati golongan B (Lantanida, n=6 dan Aktinida, n=7 (gol.radioatif)) Selain itu untuk menentukan nomor golongan, ditentukan dengan mengetahui jumlah elektron valensi pada konfigurasi terakhir. Contoh : 11Na = 1s2 2s2 2p6 3s1 Dapat diketahui bahwa elektron terakhir pada n=3 mempunyai elektron valensi 1, berarti golongan I serta berakhir di subkulit s, berarti Golongan A, jadi kalau digabungkan menjadi Golongan IA 2. Periode SPU terdiri atas 7 periode. Periode disusun berdasarkan kenaikan nomor atom. Unsur-unsur yang mempunyai jumlah kulit sama akan menempati baris yang sama. Dengan demikian jumlah kulit sama dengan periode, sehingga periode 1 memiliki n-1, periode 2 memiliki n=2, dst. Contoh : 11Na = 1s2 2s2 2p6 3s1 Dapat diketahui bahwa elektron terakhir berada pada n=3 yang berarti unsur tersebut masuk dalam Periode 3 II. SISTEM PERIODIK Dasar dan Penyusunan Sistem Periodik Unsur Modern Ditulis oleh Budi Utami pada 02-06-2011 Sistem periodik unsur modern (lihat gambar) disusun berdasarkan kenaikan nomor atom dan kemiripan sifat. Lajur horizontal, yang selanjutnya disebut periode, disusun menurut kenaikan nomor atom, sedangkan lajur vertikal, yang selanjutnya disebut golongan, disusun menurut kemiripan sifat. Unsur segolongan bukannya mempunyai sifat yang sama, melainkan mempunyai kemiripan sifat. Setiap unsur memiliki sifat khas yang membedakannya dari unsur lainnya. Unsur-unsur dalam sistem periodik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu unsur-unsur yang menempati golongan A yang disebut unsur golongan utama, dan unsur-unsur yang menempati golongan B yang disebut unsur transisi (James E. Brady, 1990). Sistem periodik unsur modern yang disebut juga sistem periodik bentuk panjang, terdiri atas 7 periode dan 8 golongan. Periode 1, 2, dan 3 disebut periode pendek karena berisi sedikit unsur, sedangkan periode lainnya disebut periode panjang. Golongan terbagi atas golongan A dan golongan B. Unsur-unsur golongan A disebut golongan utama, sedangkan golongan B disebut golongan transisi. Golongan-golongan B terletak antara golongan IIA dan IIIA. Golongan B mulai terdapat pada periode 4. Dalam sistem periodik unsur yang terbaru, golongan ditandai dengan golongan 1 sampai dengan golongan 18 secara berurutan dari kiri ke kanan. Dengan cara ini, maka unsur transisi terletak pada golongan 3 sampai dengan golongan 12. Cara seperti itu dapat dilihat pada sistem periodik unsur pada gambar 1.14 Sistem Periodik Unsur Modern a. Periode Sistem periodik unsur modern mempunyai 7 periode. Unsur-unsur yang mempunyai jumlah kulit yang sama pada konfigurasi elektronnya, terletak pada periode yang sama. Rumus, Jumlah Unsur Tiap Periode b. Golongan Sistem periodik unsur modern mempunyai 8 golongan utama (A). Unsur-unsur pada sistem periodik modern yang mempunyai elektron valensi (elektron kulit terluar) sama pada konfigurasi elektronnya, maka unsur-unsur tersebut terletak pada golongan yang sama (golongan utama/A). Rumus Nomor Golongan III.IKATAN KIMIA *Ikatan Kovalen Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi akibat pemakaian pasangan elektron secara bersama-sama oleh dua atom (James E. Brady, 1990). Ikatan kovalen terbentuk di antara dua atom yang sama-sama ingin menangkap elektron (sesama atom bukan logam). Cara atom-atom saling mengikat dalam suatu molekul dinyatakan oleh rumus bangun atau rumus struktur. Rumus struktur diperoleh dari rumus Lewis dengan mengganti setiap pasangan elektron ikatan dengan sepotong garis. Misalnya, rumus bangun H2 adalah H – H. Contoh: a. Ikatan antara atom H dan atom Cl dalam HCl Konfigurasi elektron H dan Cl adalah: H : 1 (memerlukan 1 elektron) Cl : 2, 8, 7 (memerlukan 1 elektron) Masing-masing atom H dan Cl memerlukan 1 elektron, jadi 1 atom H akan berpasangan dengan 1 atom Cl. Lambang Lewis ikatan H dengan Cl dalam HCl ikatan kovalen tunggal pada HClb . Ikatan antara atom H dan atom O dalam H2O Konfigurasi elektron H dan O adalah: H : 1 (memerlukan 1 elektron) O : 2, 6 (memerlukan 2 elektron) Atom O harus memasangkan 2 elektron, sedangkan atom H hanya memasangkan 1 elektron. Oleh karena itu, 1 atom O berikatan dengan 2 atom H. Lambang Lewis ikatan antara H dengan O dalam H2O. Ikatan Kovalen Tunggal pada H2ODua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang, atau tiga pasang elektron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan kovalen yang hanya melibatkan sepasang elektron disebut ikatan tunggal (dilambangkan dengan satu garis), sedangkan ikatan kovalen yang melibatkan lebih dari sepasang elektron disebut ikatan rangkap. Ikatan yang melibatkan dua pasang elektron disebut ikatan rangkap dua (dilambangkan dengan dua garis), sedangkan ikatan yang melibatkan tiga pasang elektron disebut ikatan rangkap tiga (dilambangkan dengan tiga garis). c. Ikatan rangkap dua dalam molekul oksigen (O2) Oksigen (Z = 8) mempunyai 6 elektron valensi, sehingga untuk mencapai konfigurasi oktet harus memasangkan 2 elektron. Pembentukan ikatannya dapat digambarkan sebagai berikut. Lambang Lewis ikatan O2 Ikatan Kovalen Rangkap 2 O2 d. Ikatan rangkap tiga dalam molekul N2 Nitrogen mempunyai 5 elektron valensi, jadi harus memasangkan 3 elektron untuk mencapai konfigurasi oktet. Pembentukan ikatannya dapat digambarkan sebagai berikut. Lambang Lewis ikatan N2 Ikatan Kovalen Rangkap 3 pada N2Pasangan elektron yang dipakai bersama-sama disebut pasangan elektron ikatan (PEI), sedangkan yang tidak dipakai bersama-sama dalam ikatan disebut pasangan elektron bebas (PEB). Misalnya: • Molekul H2O mengandung 2 PEI dan 2 PEB • Molekul NH3 mengandung 3 PEI dan 1 PEB • Molekul CH4 mengandung 4 PEI dan tidak ada PEB Ikatan Kovalen H20 NH3 CH4 * Ikatan Ion Ditulis oleh Budi Utami pada 07-06-2011 Ikatan ion adalah ikatan yang terjadi akibat perpindahan elektron dari satu atom ke atom lain (James E. Brady, 1990). Ikatan ion terbentuk antara atom yang melepaskan elektron (logam) dengan atom yang menangkap elektron (bukan logam). Atom logam, setelah melepaskan elektron berubah menjadi ion positif. Sedangkan atom bukan logam, setelah menerima elektron berubah menjadi ion negatif. Antara ion-ion yang berlawanan muatan ini terjadi tarik-menarik (gaya elektrostastis) yang disebut ikatan ion (ikatan elektrovalen). Ikatan ion merupakan ikatan yang relatif kuat. Pada suhu kamar, semua senyawa ion berupa zat padat kristal dengan struktur tertentu. Dengan mengunakan lambang Lewis, pembentukan NaCl digambarkan sebagai berikut. Rumus Pembentukan NaCl - LewisNaCl mempunyai struktur yang berbentuk kubus, di mana tiap ion Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl– dan tiap ion Cl– dikelilingi oleh 6 ion Na+. Kisi Kristal Raksasa dari NaClSenyawa ion dapat diketahui dari beberapa sifatnya, antara lain: Merupakan zat padat dengan titik leleh dan titik didih yang relatif tinggi. Sebagai contoh, NaCl meleleh pada 801 °C. Rapuh, sehingga hancur jika dipukul. Lelehannya menghantarkan listrik. Larutannya dalam air dapat menghantarkan listrik. Contoh lain pembentukan ikatan ion sebagai berikut. a. Pembentukan MgCl2 Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut. - Mg : 2, 8, 2 - Cl : 2, 8, 7 Mg dapat mencapai konfigurasi gas mulia dengan melepas 2 elektron, sedangkan Cl dengan menangkap 1 elektron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+, sedangkan atom Cl menjadi ion Cl–. - Mg (2, 8, 2) ⎯⎯→ Mg2+ (2, 8) + 2 e– (konfigurasi elektron ion Mg2+ sama dengan neon) - Cl (2, 8, 7) + e– ⎯⎯→ Cl– (2, 8, 8) (konfigurasi elektron ion Cl– sama dengan argon) Ion Mg2+ dan ion Cl– kemudian bergabung membentuk senyawa dengan rumus MgCl2. Dengan menggunakan lambang Lewis, pembentukan MgCl2 dapat digambarkan sebagai berikut. Pembentukan MgCl2b. Ikatan antara atom 12Mg dan 8O dalam MgO Konfigurasi elektron Mg dan O adalah: Mg : 2, 8, 2 (melepas 2 elektron) O : 2, 6 (menangkap 2 elektron) Atom O akan memasangkan 2 elektron, sedangkan atom Mg juga akan memasangkan 2 elektron. konfigurasi Elektron antara Mg & O c . Ikatan ion pada 19K dan 8O dalam K2O Konfigurasi elektron: K : 2, 8, 8, 1 (melepas 1 elektron) membentuk K+ O : 2, 6 (menerima 2 elektron) membentuk O2– 2 K+ + O2– ⎯⎯→ K2O d. Ikatan ion pada Fe (elektron valensi 3) dengan Cl (elektron valensi 7) membentuk FeCl3 Fe mempunyai elektron valensi 3 akan membentuk Fe3+ Cl mempunyai elektron valensi 7 akan membentuk Cl– Fe3+ + 3 Cl– ⎯⎯→ FeCl3 Ikatan Kimia & Konfigurasi Elektron Gas Mulia Kata Kunci: Ikatan Kimia, Konfigurasi Elektron Gas Mulia Ditulis oleh Budi Utami pada 06-06-2011 Ikatan Kimia Gaya yang mengikat atom-atom dalam molekul atau gabungan ion dalam setiap senyawa disebut ikatan kimia. Konsep ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1916 oleh Gilbert Newton Lewis (1875-1946) dari Amerika dan Albrecht Kossel (1853-1927) dari Jerman (Martin S. Silberberg, 2000). Konsep tersebut adalah: Kenyataan bahwa gas-gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) sukar membentuk senyawa merupakan bukti bahwa gas-gas mulia memiliki susunan elektron yang stabil. Setiap atom mempunyai kecenderungan untuk memiliki susunan elektron yang stabil seperti gas mulia. Caranya dengan melepaskan elektron atau menangkap elektron. Untuk memperoleh susunan elektron yang stabil hanya dapat dicapai dengan cara berikatan dengan atom lain, yaitu dengan cara melepaskan elektron, menangkap elektron, maupun pemakaian elektron secara bersama-sama. Konfigurasi Elektron Gas Mulia Dibandingkan dengan unsur-unsur lain, unsur gas mulia merupakan unsur yang paling stabil. Kestabilan ini disebabkan karena susunan elektronnya berjumlah 8 elektron di kulit terluar, kecuali helium (mempunyai konfigurasi elektron penuh). Hal ini dikenal dengan konfigurasi oktet, kecuali helium dengan konfigurasi duplet. Konfigurasi Elektron Unsur-Unsur Gas MuliaUnsur-unsur lain dapat mencapai konfigurasi oktet dengan membentuk ikatan agar dapat menyamakan konfigurasi elektronnya dengan konfigurasi elektron gas mulia terdekat. Kecenderungan ini disebut aturan oktet. Konfigurasi oktet (konfigurasi stabil gas mulia) dapat dicapai dengan melepas, menangkap, atau memasangkan elektron. Dalam mempelajari materi ikatan kimia ini, kita juga perlu memahami terlebih dahulu tentang lambang Lewis. Lambang Lewis adalah lambang atom disertai elektron valensinya. Elektron dalam lambang Lewis dapat dinyatakan dalam titik atau silang kecil (James E. Brady, 1990).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar